MEMBUMIKAN NILAI-NILAI ASWAJA

Judul        : Terjemah Syarah al-Kawakib al-Lamma’ah fi Tahqiqi al-Musamma bi Ahli al-Sunnah wa al-Jamaah

Penulis         : Syaikh Abul Fadhol Senori

Penerjemah  : Achmad Zaidun

Penerbit    : Penerbit Imtiyaz Surabaya bekerjasama dengan Penerbit Muara Progresif Surabaya

Cetakan        :  I, Juni 2020

Tebal             : xvi + 162 hlm.

Ukuran          : 14,8 x 21 cm

Peresensi    : Samsuriyanto, Dosen Studi Islam pada International Undergraduate Program, ITS Surabaya.

                                                               .........................

Ahl al-Sunnah wa al-Jamaah (baca: Aswaja) merupakan lautan keilmuan yang dinamik dan tidak akan pernah kering untuk diteliti, ditulis dan dikaji. Ideologi yang diikuti oleh mayoritas muslim di dunia ini mampu mengajarkan kepada semua Muslim untuk bersikap moderat dalam segala hal, termasuk dalam urusan dengan berbangsa dan bernegara.

 

Dalam konteks memaknai Aswaja, para cendekiawan muslim sudah banyak yang mengkaji sejak masa Imam Abu Hanifah hingga sekarang. Ada yang membahas berkaitan dengan tema sejarah, ritual, sosial, kenegaraan dan lainnya. Tidak luput juga, para ulama Nusantara juga banyak mengupas pemaknaan Aswaja sesuai dengan bidang dan focus bahasannya, termasuk dalam hal ini adalah tulisan Syaikh Abul Fadhol Senori Tuban Jawa Timur, yang akrab dipanggil Mbah Fadhol Senori.

 

Kontribusi besar yang dilakukan oleh Mbah Fadhol, tidak hanya sebagai bentuk peran seorang muslim untuk mengkaji ajaran Islam, tetapi juga fokus yang bersifat akademik dalam rangka untuk menguatkan ajaran Aswaja, sekaligus tanggapan terhadap ajaran yang menyimpang. Mbah Fadhol menulis karya dengan padat dan singkat, tetapi penuh dengan nilai-nilai Aswaja dengan merespon perkembangan local yang dihadapi, termasuk organisasi-organisasi yang bertentangan dan tidak sesuai dengan prinsip Aswaja.

 

Dalam mengkaji ajaran Aswaja, Mbah Fadhol menegaskan dalam halaman 8 sebagaimana redaksi bahasa dari penerjemah, “Larangan berpecah belah dan lain-lain dalam ayat-ayat tadi diarahkan kepada orang-orang yang hidup pada zaman Nabi SAW yang mereka itu menyaksikan turunnya ayat-ayat tersebut. Kala mereka berpecah belah dan berselisih tentu mereka tidak saling mengasihi, karena perselisihan itu berisi permusuhan dan kebencian yang menghilangkan kasih sayang.”

 

Perselisihan yang dilakukan oleh sesama anak bangsa hanya akan menghilangkan stabilitas negara, sehingga akan sulit melakukan pengamalan agama dengan benar dan baik. Bagaimana mungkin akan tenang melaksanakan salat, jika bunyi bom memekakkan telinga dan menjatuhkan korban. Bagaimana mungkin akan bisa saling bertamu jika perang antar warga negara karena berbeda pandangan masih selalu menjadi pemantik perpecahan.

 

Jika ditelusuri dari seluruh pembahasan yang ada dalam terjemah kitab ini, mungkin akan lebih indah jika tidak diberi judul “Memahami Aswaja dari Literatur Ulama Nusantara,” karena kata “memahami”, untuk buku dengan hanya menampilkan kajian Asawaja secara singkat (beberapa pembahasan saja) masih disebut kurang sempurna karena masih banyak kajian lain yang belum ditulis secara sempurna dan melebar.

 

Menurut peresensi, penggunaan kata “memahami” dalam buku ini boleh jadi sebagai usaha memikat umat untuk membaca dengan tujuan agar semakin “memahami” bahwa Aswaja, salah satunya mampu membentuk muslim memiliki jiwa perekat dan penyatu. Pastinya, pemahaman yang benar harus didasarkan pada pengetahuan yang benar, setidaknya dari referensi kitab aslinya, bukan dari terjemahan sebagaimana ditegaskan Mbah Fadhol menyikapi beberapa kelompok yang sukkah menyalahkan kelompok lain, sementara tidak memiliki kemampuan memahami, alih-alih memahami karakter Bahasa Arab.

 

Selebihnya, pembahasan dalam buku ini menyangkut juga kaitan delapan kelompok pecahan Khawarij, pecahan kelompok Syiah, kelompok Mu’tazilah, kelompok Aswaja, Ijtihad, Taqlid, Wahabi dan lain-lain. Untuk Wahabi cukup serius dibahas oleh Mbah Fadhol sehingga menjadi bobot lebih buku ini di tengah gaya berpikir Wahabi masih berkembangan dalam konteks kekinian.

 

Di samping itu, terjemah kitab Mbah Fadhol disampaikan dengan diksi yang mudah dipahami. Karenanya, buku ini layak dibaca oleh siapa saja yang ingin lebih memahami ajaran Islam Aswaja agar makin mantap berjuang bagi Islam dan bangsa, terutama bagi kalangan Nahdliyyin dan terlebih untuk generasi milenial. Selamat Membaca.

.........


Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.