TIMBA AIR MIE GORENG SANTRI


Wasid Mansyur
(Dosen FAHUM, UIN Sunan Ampel Surabaya)

Suatu ketika ada Informasi di ponpes dimana penulis ada didalamnya. Informasi ini sebagai peraturan "bahwa setiap depan kamar harus ada timba. Dan timba harus berisi air, sebelum semua penghuni kamar tidur terlelap malam hari". Informasi ini, tanpa ada pertanyaan apapun _apalagi perlawanan_ dari santri kecuali sami'na waatho'na manut peraturan sebab peraturan ini demi kebaikan bersama di pondok dalam rangka membangun pembisaan baik para santri. Pastinya, mengutamakan husnudhon bahwa apapun peraturan yang dibuat pondok sudah mendapat restu dari pengasuh atau Romo Yai, biasa memanggil, sehingga jangan pernah mengeluh dan keikhlasan kepatuhan harus diutamakan.

Peraturan ini terus berjalan dari hari ke hari dan para santri menikmati betul sehingga setiap malam selalu memantau agar kiranya timba depan kamar tidak kosong dari air. Tapi sayangnya, di musim kemarau air di sekitar pondok mulai berkurang, alih-alih memikirkan air untuk timba depan kamar.  Sehingga penggunaan air fokus pada hal-hal yang lebih utama seperti untuk keperluan mandi, minum, berwudhu, cuci baju hingga untuk memasak. Itung-itung mengamalkan fikih aulawiyah atau semacam Quddima al-Anfa'u minhuma.

Para santripun tidak mau kehilangan akal agar kiranya tetap patuh pada peraturan pondok, mereka mengisi timba dengan air sisa mie goreng, di mana setiap santri kira-kira satu gelas air mie goreng hingga timba hampir penuh. Intinya, air timba kali ini unik sebab berbau gimana gitu, ya semacam bau racikan mie goreng yang lezat dan ngangenin. Walau ketika itu, makan mie goreng sangat jarang kecuali sangat terpaksa, misalnya dapur pondok sudah penuh alias crowded sementara perut sudah tidak bisa dikendalikan (lapaaaar...)
.......
Pada hari tertentu, tepatnya hari Kamis malam Jum'at para santri sangat bahagia mengingat malam liburan dan besuknya hari Jum'at juga libur kegiatan sebagaimana biasa. Mereka bersama-sama bahagia, bahkan tidak sedikit ada yang begadang hingga pagi menjelang subuh. Tak lama, para santri yang begadang tadi kembali ke kamar hingga terlelap tidur, sementara beberapa jam kemudian adzan subuh sudah dikumandangkan. Peringatan-peringatan sudah dilakukan berkali-kali oleh tim keamanan dari kamar ke kamar lainnya agar penghuni kamar bergegas bangun untuk sholat subuh, termasuk kamar para santri yang bergadang tadi. 

Para santripun mulai ada pergerakan bangun untuk segera mengambil wudhu dan ke musholla sampai romo Kiai keluar dalem ke musholla untuk menjadi imam sholat subuh. Sampai iqomah dikumandangkan sebagai tanda bahwa jama'ah akan dilaksanakan, tapi ternyata kamar para santri yang begadang tadi tetap sedikit yang bangun dan banyak yang terlelap dalam tidurnya. Akhirnya, datang tim keamanan yang mengontrol dari kamar ke kamar setelah iqomah, tak mau panjang lebar iapun mengambil timba langsung disiramkan ke para santri yang tidur tadi hingga mereka terbangun, tanpa tahu bahwa air yang ada ditimba dan disiramkan adalah air sisa-sisa memasak mie goreng. 

Dalam kondisi seperti itu, para santripun terpaksa bergerak ke jeding untuk mandi mengingat semua tubuhnya berbau mie goreng alias sedep-sedep pliket (kata: orang Jawa). Tapi, begitulah santri menerima hukuman ini dengan ikhlas, tanpa marah, apalagi melakukan perlawanan walau sebenarnya dalam benak ada kegelisan dan terucap "kok tego" ya disiram. Begitulah cara patuh santri, lebih mengutamakan nrimo dan husnudhon. 

Kini, para santri yang terkena siraman air sisa mie goreng telah menjadi alumni dan menjadi santri-santri sukses di daerahnya masing-masing. Mulai sebagian menjadi Kiai pesantren di Madura, Bawean dan Kalimantan dan lain-lain, pengusaha hingga menjadi kiai kampung yang senantiasa mendampingi masyarakatnya. Apapun yang terjadi keikhlasan menjadi kunci, bahkan kesuksesan mereka tidak bisa dilepaskan dari doa-doa tulus para Kiai Pesantren setiap malam. 

Maka, jangan pernah samakan pesantren dengan lembaga pendidik di luar pesantren. Pasalnya, sosok kiai yang ikhlas mengajar dan mendoakan santri-santrinya adanya di pesantren sehingga kondisi apapun para santri mendapat dorongan spiritual dari kiainya, bahkan santri yang dikenal goblok sekalipun. Berkah doanya pengasuh pondok, tak jarang santri-santri itu menjadi manusia sukses dan bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa. 

Akhirnya, semoga kita semua, santri-santri pondok tetap semangat. Dan jangan pernah melupakan jasa-jasa para kiai yang mendidik dengan selalu mengirim fatihah sebagaimana  dilakukan kepada orang tua setiap kali setelah sholat. Tetap Bangga Menjadi Santri. 
......
Dikutip dari web kartun pesantren

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.