In Memoriam Kiai Sholeh Hayat; Aktivis dan Penyemangat Kader NU

Wasid Mansyur
Wakil Ketua LTNU PWNU Jawa Timur 


Once upon a time, sekitar tahun 2016 KH. Sholeh Hayat pernah mengisi acara bedah bukunya berjudul “Kyai dan Santri dalam Perang Kemerdekaan” di Gedung Museum NU Lantai 3 tanggal 29 Juli 2016 yang diadakan oleh PW LTN NU Jatim. Dalam forum ini, Kiai Sholeh Hayat senantiasa mengajak generasi muda untuk selalu mengenang jejak perjuangan kiai-kiai pesantren sebagai sumber inspirasi dalam beragama dan berbangsa. Buku ini adalah serpian dari cerita-cerita para santri dan kiai yang tidak pernah lelah mencintai bangsa dan agamanya, tegas Aba Sholeh (panggilan akrab ditengah para aktivis muda NU).

Cerita ini yang memantik kembali ingatan penulis, ketika mendengar kabar dari beberapa media sosial bahwa Kiai Sholeh Hayat, selanjutnya disebut, telah wafat kembali ke haribaan Allah SWT pada Jum'at tanggal 20 Desember 2024 atau bersamaan dengan tanggal 18 Jumadil akhir 1446 H. Kabar sangat cepat di berbagai group WhatsApp, mengingatkan sosok Kiai Sholeh Hayat cukup lama sebagai aktivis NU dalam beberapa dekade kepengurusan PWNU Jawa Timur sehingga ia sangat dikenal di tengah para aktivis, baik senior maupun yunior.

Meninggalnya Kiai Sholeh Hayat adalah duka bagi semua, khususnya kalangan Nadliyin Jawa Timur. Dengan mengingat cerita awal tulisan ini, penulis menyaksikan, pertama, Kiai Sholeh Hayat adalah aktivis yang selalu memberikan semangat kepada kader-kader muda, bahkan semangatnya dibuktikan untuk sering hadir dalam diskusi-diskusi keNUan yang diadakan oleh kader-kader NU Muda. Baginya, menurut amatan penulis, momentum berkumpul dengan kader muda NU bukan sekedar transfer pengetahuan, tapi sekaligus menjadi penyemangat untuk tetap dalam garis perjuangan kiai pesantren dengan NU sebagai organisasi.

Lama Kiai Sholeh Hayat berkiprah di NU menjadi alasan pula ia menjadi rujukan sejarah keNUan, khususnya perjalanan NU Jawa Timur. Banyak cerita NU, bahkan arsip-arsip keNUan yang dimilikinya tidak dimiliki orang lain teriring perjalanannya sebagai aktivis banyak berinteraksi dengan para aktivis dan para kiai dari periode ke periode yang lain. Bahkan hingga akhir hayatnya Kiai Sholeh Hayat masih tercatat sebagai Wakil Katib PWNU Jawa Timur.

Kedua, Kiai Sholeh Hayat adalah aktivis sepanjang hayat. Apapun kondisi NU, Kiai Sholeh Hayat tetap istiqamah mengabdi alias tidak pernah bergeser untuk terus mengabdi di lingkungan NU, alaih-alih memilih keluar dari NU. Ini yang layak kita teladani bagi generasi muda yang tidak sedikit di antara mereka mudah “mutungan” dalam berorganisasi, padahal dalam berorganisasi banyak karakter kader sekaligus banyak pemikirannya sehingga kelenturan memainkan orkesta berorganisasi menjadi penting agar pengabdian ber-NU terus berlanjut.

Sebagai aktivis NU sepajang hayat, Kiai Sholeh Hayat mampu memberikan teladan bagaimana menyeimbangkan orkesta berorganisasi dengan baik. Karenanya, iapun bisa diterima dalam kepemimpinan NU di setiap musim, terlebih kader-kader NU tidak jarang menjadikannya sebagai rujukan dalam membincangan hal-hal yang berkaitan dengan NU dan perjuangannya.

Akhirnya, selamat jalan Kiai Sholeh Hayat, sosok penyemangat kader-kader NU. Tidak ada hal yang terbaik mengingatnya, kecuali __menurut penulis__ bahwa Kiai Sholeh Hayat adalah aktivis yang selalu mengajak agar kader-kader NU tidak jauh dari kiai-kiai pesantren dan menjadi NU sebagai tempat pengabdian, sekaligus perjuangan. Semoga panjenengan dimudahkan menapaki jalan berikutnya dengan wasilah amal pengabdian dalam ber-NU hingga akhir hayat.    

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.