MUHASABAH KEMANUSIAAN (Refleksi Akhir Tahun 2024)
Ajakan KH. Kikin Abdul
Hakim Mahfudz, ketua PWNU Jatim, tentang pentingnya muhasabah dalam merayakan
perubahan tahun 2024-2025 memantik tulisan ini dirancang. Pasalnya, secara
substansial ajakan Kiai Kikin, selanjutnya disebut, kaitan dengan pentingnya
muhasabah yang tersebar di berbagai media sosial sejatinya merupakan ajakan
untuk kembali pada nilai-nilai luhur agama, dimana pentingnya muhasabah ini
tersirat secara teologis-normatif dalam ayat 18 Surat al-Hasyr yang artinya:
Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah
setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat). Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Mahateliti terhadap apa
yang kamu kerjakan.
Pentingnya muhasabah dalam
menapaki tahun baru 2025 tidak lain agar setiap individu dapat melakukan
refleksi dan evaluasi diri kaitan dengan apa yang dilakukan disepanjang 2024.
Manfaatnya, bukan saja untuk kebaikan diri sendiri, tapi juga kebaikan bagi
orang lain sebab apapun yang dilakukan oleh setiap individu selama setahun
dapat dipastikan memiliki hubungan langsung dengan orang lain, apalagi
interaksi terjadi dengan melalui media sosial. Karenanya, muhasabah diri
sendiri sejatinya adalah muhasabah dalam konteks yang lebih luas tentang
bagaimana nilai-nilai kemanusiaan menjadi dasar nilai dalam berinteraksi
sebagai refleksi nyata agar lebih baik pada tahun berikutnya.
Imam Al-Ghazali dalam
bukunya Ihya’ Ulum al-Din Juz 4, membahas secara khusus tentangan hal ini dalam
bahasan “Kitab al-Muraqabah wa al-Muhasabah”. Kaitan dengan muhasabah,
al-Ghazali mengatakan: ketahuilah sesungguhnya ketika setiap hamba berusaha
untuk bergerak dalam kebaikan saat awal siang, maka seyogyanya pada akhir waktu
siang iapun harus menuntut jiwanya untuk melakukan muhasabah terhadap apa yang
dilakukan, baik ketika bergerak maupun ketika terdiam.”
Iapun menambahkan,
sebagaimana para pedagang yang selalu melakukan perhitungan/muhasabah bersama
teman-temannya setiap akhir tahun atau bulan atau hari karena kecintaan mereka
pada dunia, sekaligus ia takut ada kerugian yang berakibat fatal terhadap
keberhasilan bisnisnya. Lantas, bagaimana seorang yang berakal itu tidak
berusaha melakukan muhasabah kaitan dengan hal-hal yang menyebabkannya sengsara
atau bahagia selamanya.
Penegasan al-Ghazali
mengaitkan muhasabah dengan orang yang berakal (al-‘Aqil) menjadi catatan
penting sebab hanya orang yang berakal yang akan dapat melakukan renungan
reflektif terhadap kejadian apapun, baik kejadian masa lalu atau kejadian yang
akan datang. Kejadian masa lalu layak menjadi cermin untuk masa yang
akan datang agar terus lebih baik. Karenanya, Jika tidak terjadi proses
muhasabah setiap saat dapat dipastikan _menurut tafsiran penulis_ akal kita
belum berfungsi secara maksimal dalam memaknai setiap perjalanan waktu,
termasuk perubahan tahun.
Kemanusiaan Sejati
Sepanjang tahun 2024 banyak sekali peritiwa
penting yang berhubungan dengan isu-isu kemanusiaan; mulai perdamaian dunia,
keberlangsungan bumi, ekologi moderasi hingga toleransi. Peristiwa dalam
mengawal isu kemanusian ini telah digagas oleh beberapa tokoh penting dunia
dengan menempatkan Indonesia sebagai tuan rumahnya. Sebut saja misalnya,
kehadiran Grand Syekh Imam Besar al-Azhar Ahmed El Tayeb dalam acara Interfaith
and intercivilizational Reception, 10/07/2024 adalah upaya nyata
bagaimana Indonesia masih tetap dipandang sebagai salah satu negara yang sangat
penting dalam membangun teologi kemanusian, khususnya dalam penguatan dialog
antar agama dan perdamaian.
Tak lama setelah itu, kita disuguhkan
pemandangan yang cukup menarik juga di tahun 2024, tepatnya tanggal 5/09/2024.
Pemandangan yang memuat soal isu-isu kemanusiaan bertajuk “Deklarasi Bersama
Istiqlal 2024” yang ditandatangani oleh Paus Fransiskus sebagai Pemimpin Tertinggi Gereja Katolik dengan
Nasaruddin Umar, Imam Besar Masjid Istiqlal di pekarangan Masjid
Istiqlal dan Terowongan Silaturrahim, Jakarta.
Isu-isu kemanusiaan menjadi tema penting
dalam Deklarasi Istiqlal dengan menempatkan nilai-nilai agama sebagai sumber
inspirasi, bukan penyulut konfilik. Semua yang hadir dari tokoh-tokoh agama
menyepakati juga __melalui deklarasi ini_ bahwa setiap tokoh agama memiliki
tanggungjawab besar untuk mengembangkan tradisi dialog, membangun solidaritas
lintas umat untuk mengatasi dehumanisasi dan kerusakan lingkungan. Termasuk
ikut aktif menyuarakan pentingnya perdamaian dunia sebagai pilar dalam
membangun masa depan kehidupan manusia agar terus baik menjadi legasi terbaik
bagi anak cucu.
Oleh karenanya, capaian tahun 2024 menjadi
penting untuk melandasi kehidupan kebangsaan kita ke depan agar lebih harmoni
dalam keberagaman di tahun 2025. Artinya, perlu usaha yang lebih konkrit untuk
mengawal nilai-nilai kebaikan di tahun 2024 agar terus menjadi prinsip etik
bersama bagi semua anak bangsa sehingga konflik, dehumanisasi, kerusakan
lingkungan atau meningginya sikap intoleransi terhadap yang berbeda dapat
dicegah lebih dini. Pasalnya, selama masih ada manusia yang terhegemoni oleh
nafsu, sepanjang itulah prilaku berlawanan akan terus ada sehingga yang “waras
tidak boleh diam, tapi harus terus menyalakan semangat kemanusiaan”.
Akhirnya, ajakan Kiai Kikin pentingnya
bermuhasabah tidak lain agar kita dapat berusaha meninggalkan keburukan menjadi
sangat kontekstual untuk menjadi perhatian semua, khususnya Nahdliyin. Kita
songsong tahun 2025 dengan kegembiraan berbangsa dan bernegara dan selalu
semangat untuk tetap dalam upaya merekatkan antar sesama, sekaligus menjadi
pelopor perdamaian dalam konteks masyarakat yang majemuk. Muhasabah ini yang
akhirnya menghadirkan semangat kemanusiaan sejati, dimana efek
dari refleksi dan evaluasi yang bersifat individual ternyata
memberikan dampak sosial yang terbaik. Semoga tahun 2025, bangsa ini terus
menyala dalam kebaikan dan karya-karya kemanusiaan yang lebih nyata. Amin...
dan Selamat Tahun Baru Sahabat..
Leave a Comment