PERLUNYA MEMPERKUAT EMPATI PADA SESAMA

Dr. Hj. Muzaiyana, M.Fil.I
Wakil Dekan II FAH UIN Sunan Ampel Surabaya

Manusia secara fitrah diciptakan sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya. Hidup berkelompok, saling sapa dan mengenal satu sama lain tanpa perlu mempertanyakan suku, bahasa maupun agama merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap individu. Alangkah kesepiannya jika seorang manusia hanya hidup sendirian di dunia ini. Bahkan betapa mengerikan hidup ini, jika seandainya kita seorang diri saja dalam menjalani hidup ini, dan pasti sangat mustahil sendirian tanpa bekerjasama dengan orang lain dalam melakukan perannya sebagai khalifatullah fil ard.

Lebih dari itu, dengan sendirian juga manusia tidak akan mampu membangun peradaban-peradaban besar di bumi ini. Dalam dimensi keilmuan muncullah teori-teori sosial yang digagas para ilmuwan dalam rangka memotret dan mengelaborasi kebutuhan hidup manusia yang paling asasi ini. Diantara teori sosial yang populer dikemukakan oleh Karl Marx.

Bagi Marx, manusia adalah makhluk produktif dan membutuhkan keberadaan orang lain. Dia percaya bahwa pada dasarnya manusia untuk bertahan hidup perlu bekerja sama dalam mengelolah alam, yang bertujuan untuk menghasilkan makanan, pakaian, dan rumah-rumah sebagai tempat tinggal untuk melindungi dirinya dari berbagai tantangan dan bahaya yang datang.

Upaya-upaya ini dilakukan tentu saja dalam kerangka memenuhi hajat mendasar kebutuhan manusia yang memungkinkan mereka bertahan hidup. Secara alamiah produktifitas manusia ini telah mendorong dan melahirkan berbagai kreatifitas yang kemudian diekspresikan secara bersama-sama dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, manusia itu makhluk sosial dan mereka tidak akan mampu bertahan hidup secara wajar, tanpa bekerjasama dengan orang lain.

Sejalan dengan narasi di atas, kitab suci Al-Qur’an sebenarnya telah memberikan isyarat bagi manusia bahwa Allah SWT sengaja menciptakan manusia dengan bermacam-macam suku bangsa supaya mereka saling mengenal (QS. Al-Hujurat:13). Artinya, Allah sengaja menjadikan berbeda-beda agar antar manusia saling mengenal, yang selanjutnya terjadi proses saling kerjasama dalam penenuhan kehidupan sosial.

Di sisi yang berbeda, melalui Nabi Muhammad SAW, kita umat Islam telah diberi petunjuk secara terang-benderang bagaimana teknis pola hubungan dan kerjasama antar sesama manusia. Jika dikaitkan dengan momentum ibadah puasa di bulan suci Ramadhan ini, maka akan banyak kita temukan tuntunan mengenai hal ini.

Bulan Ramadlan, bulan mulia bagi umat Islam yang di dalamnya kita diwajibkan melakukan ibadah puasa, sekaligus terdapat tuntunan ibadah-ibadah sunnah dengan pahala berlipat ganda dibandingkan dilakukan di luar bulan Ramadlan. Salah satu hadist menceritakan bahwa Nabi Muhammad SAW memiliki sifat yang sangat dermawan, namun di bulan suci Ramadlan sifat kedermawanan Nabi digambarkan jauh melampaui hembusan angin (kecepatannya).

Dalam rangka untuk melakukan aktualisasi sunnah Nabi ini, maka tidak heran jika pada bulan suci Ramadlan nyaris seluruh umat Islam berlomba-lomba untuk menyiapkan takjil baik di masjid-masjid, mushalla ataupun di jalan-jalan raya dan memberikan kepada orang-orang yang baru pulang bekerja yang belum sempat menyiapkan atau membeli makanan untuk berbuka. Intinya dari kegiatan ini adalah mengail pahala dengan berbagi kepada sesama di bulan penuh keberkahan.

……………….
Mengingat bulan suci Ramadlan tahun 1441 H / 2020 M saat ini sedang mengalami pagebluk berupa tersebarnya penyakit baru wabah covid-19, yang tentu tidak kita inginkan dan berada di luar kendali manusia biasa. Dalam pengamatan penulis, semangat umat Islam dalam menyambut bulan suci Ramadlan yang mulia ini tidak pernah surut.

Walaupun pemerintah telah menginstruksikan kepada seluruh bangsa Indonesia agar melakukan ibadah di rumah saja dalam upaya memutus mata rantai penyebaran penyebaran penyakit Covid 19, namun bukan berarti menutup peluang untuk berbagi kepada sesama. Justru dalam kondisi seperti ini, kita dihadapkan pada situasi yang sangat diharapkan untuk mengekspresikan kepedulian kepada sesama secara lebih nyata.

Ada banyak term agama yang menjelaskan hal ini kepada kita. Di antaranya adalah hadist yang menerangkan bahwa harta yang disedekahkan tidak akan pernah berkurang sedikitpun, bahkan akan bertambah, bertambah, dan bertambah. (HR. at-Tirmidzi). Rasulullah bersabda: “Tidaklah mukmin, orang yang kenyang sementara tetangganya lapar sampai ke lambungnya.” (HR. Al-Bukhari). Ayat suci al-Qur’an juga menjelaskan bahwa harta yang dibelanjakan di jalan Allah akan dilipatgandakan hingga 700 kali lipat (QS.Al-Baqarah: 261).

Sungguh bulan Ramadlan tahun 2020 ini merupakan Ibadah puasa yang amat istimewa karena bersamaan dengan “ujian” bagi kita semua. Pertanyaan mendasar bagi kaum beriman adalah mampukah melaksanakan anjuran kitab suci al-Qur’an untuk saling tolong-menolong dalam kebaikan (QS. Al-Maidah: 2) serta peduli terhadap sesama terutama bagi mereka yang terdampak.

Kita yang mengaku sebagai umat Nabi Muhammad SAW. Ini, mampukah meneladani sifat-sifat mulia yang telah dicontohkan oleh beliau, bukan sebaliknya yang justru memanfaatkan keadaan sehingga mengeruk keuntungan dengan cara-cara yang tidak wajar, menuruti nafsu dengan mengalahkan yang lemah. Pilihan tentu ada di tangan kita semua memaknai perintah Allah dan anjuran RasulNya.

Jika kita memilih untuk lebih taat pada Allah dan Rasul-Nya, maka inilah yang sesungguhnya buah manis dari ibadah puasa di bulan suci Ramadlan, karena telah mampu menaklukkan sifat-sifat egois manusiawi dan membunuh nafsu kebinatangan kita. Marilah kita raih kemenangan kelak di penghujung Ramadlan ini melalui proses-proses ibadah yang kita tunjukkan dengan aksi nyata dengan kemurahan hati dan berempati di bulan suci Ramadlan ini.

Pada intinya, jadikan ibadah puasa sebagai jalan terbaik untuk membangun empati kita kepada sesama, terlebih kepada semua yang menjadi korban pandemi Covid 19.  Dengan kesadaran ini, semoga semakin nyata agar ekspektasi kita meraih prestasi di hadapan Allah dengan predikat taqwa benar-benar terwujud sebagaimana spirit kewajiban puasa pada bulan suci Ramadlan (QS. Al-Baqarah: 183). Wallahu ‘a’lam

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.