JURANG GAJI: Ketidakadilan yang Kita Ciptakan Sendiri


Nadirsyah Hosen

Deputy Director CILIS
(Centre for Indonesian Law, Islam and Society)


Di Australia, seorang satpam atau teller bank mungkin hanya berjarak sepuluh hingga dua puluh kali lipat dari gaji bos mereka. Angka ini besar, tetapi pekerja kecil masih bisa hidup layak—membayar sewa, menyekolahkan anak, bahkan berlibur sederhana. Struktur gaji memang menegaskan hierarki, namun tidak merampas martabat orang kecil.

Sebaliknya, di Indonesia, jurang itu bisa ratusan kali lipat. Satpam menerima Rp4 juta sebulan, sementara direktur di perusahaan besar bisa mengantongi Rp1–2 miliar. Mereka bekerja di gedung yang sama, tetapi satu bergelut dengan cicilan motor, satu sibuk dengan investasi luar negeri.

Jurang ini bukan sekadar angka; ia adalah potret distribusi kesejahteraan yang timpang. Di Australia, meski CEO bisa 50 kali lipat gaji karyawan, sistem pajak progresif dan jaring sosial membuat yang bawah tetap bertahan. Di Indonesia, kenaikan harga beras atau listrik bisa langsung menjerat jutaan pekerja kecil, sementara eksekutif nyaris tak terganggu.

Yang perlu disadari: ketidakadilan ini bukan takdir. Perusahaan yang memilih memberi bonus miliaran kepada segelintir orang, pemerintah yang menetapkan upah minimum jauh dari biaya hidup, serikat pekerja yang lemah. Kita sendiri yang membuat sistem ini.

Kesenjangan sosial itu salah satunya tercipta dari gap dalam sistem penggajian kita. Itu sebabnya rakyat terluka setiap ada berita bagi-bagi jabatan timses di BUMN, rangkap jabatan, atau kenaikan gaji dan tunjangan DPR. 

Padahal Al-Qur’an telah mengingatkan dalam potongannya yang artinya: “…agar harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kalian” (QS. Al-Ḥasyr [59]: 7). lengkap ayatnya sebagai berikut:

مَآ اَفَاۤءَ اللّٰهُ عَلٰى رَسُوْلِهٖ مِنْ اَهْلِ الْقُرٰى فَلِلّٰهِ وَلِلرَّسُوْلِ وَلِذِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَابْنِ السَّبِيْلِۙ كَيْ لَا يَكُوْنَ دُوْلَةً ۢ بَيْنَ الْاَغْنِيَاۤءِ مِنْكُمْۗ وَمَآ اٰتٰىكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَا نَهٰىكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوْاۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَۗ اِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِۘ

Artinya: Apa saja (harta yang diperoleh tanpa peperangan) yang dianugerahkan Allah kepada Rasul-Nya dari penduduk beberapa negeri adalah untuk Allah, Rasul, kerabat (Rasul), anak yatim, orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan. (Demikian) agar harta itu tidak hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu terimalah. Apa yang dilarangnya bagimu tinggalkanlah. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.

Langkah Pemerintah untuk menghapus tantiem sudah tepat. Tapi tinjau ulang juga tunjangan & fasilitas berlebihan, dana taktis pejabat, dan ketimpangan struktur gaji yang sampai 300 kali lipat itu. Inilah ujian untuk benar-benar mengamalkan sila kelima Pancasila. Mudah dituliskan, tetapi butuh komitmen dan keberanian seorang pemimpin untuk memperbaikinya, bukan


Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.