PREMANISME JALANAN


Wasid Mansyur
Pemerhati Sosial dan Keagamaan, 
Dosen FAH UIN Sunan Ampel Surabaya

Kekerasan yang menimpa anggota Banser dan Kiai NU baru-baru ini di Karawang sangat menyedihkan dalam kehidupan kita sebagai anak bangsa. Bagaimana tidak sedih, seseorang dengan seenaknya bertindak bar-bar melakukan kekerasan kepada orang lain, tanpa adanya alasan yang jelas. Padahal, anggota Banser sebenarnya mewujudkan tanggungjawab pengabdian organisai, yakni mengawal salah satu Kiai NU yang akan menghadiri pengajian di Pondok Pesantren al-Baghdadi. Maka Pemukulan, tendangan dan bicara keras kepada orang lain, terlebih kepada Banser dan Kiai NU, adalah tindakan yang tidak bisa dibenarkan secara akal sehat, apalagi dilihat dari nilai-nilai Islam, mengingat salah satu pokok ajaran Islam adalah kewajiban bagi pemeluknya untuk terus konsisten menghadirkan nilai-nilai kerahmatan bagi semesta alam (rahmatan lil al alamin).

Model prilaku yang merugikan seperti ini tidak jauh menjadi bagian dari premanisme jalanan, yakni sebuah tindakan tertentu yang biasanya menggunakan kekerasan dalam rangka memaksakan kehendaknya kepada orang lain. Biasanya, orang yang berlagak preman, baik dilakukan atas nama pribadi atau orang lain, cenderung kurang memanfaatkan akal dan nuraninya sebagai alat ukur untuk menimbang, sejauh mana apa yang dilakukan itu benar-benar bermanfaat atau bahkan menimbulkan mafsadah bagi orang lain. Baginya, yang penting dirinya puas dengan ukuran apa yang diinginkan bisa terwujud, walau orang lain harus menjadi korban.

Matinya hari nurani ini yang kemudian orang mudah menyakiti, bahkan mengalirkan darah orang lain. Naluri kemanusiaan pelakunya yang diberikan bekal akal telah bergeser menjadi naluri kehewanan dengan sifat-sifatnya yang khas, seperti buas atau tidak memiliki simpati-empati kepada yang lain. Karenanya, premanisme jalanan ini adalah tindakan yang sangat bertentangan dengan nilai kemanusiaan, bahkan merusak citra bangsa ini sebagai negara hukum yang menjunjung tinggi hak asasi kemanusiaan.

Bila menengok sejarah, kisah Kiai pesantren-NU dan Banser mendapat teror dan ancaman _bahkan pembunuhan__ sudah pernah terjadi mengiringi sejarah bangsa ini, khususnya diera ketegangan umat Islam dan PKI. Fakta sejarah ini terjadi, tidak lepas dari komitmen NU dalam memahami Islam di satu sisi dan dalam memahami visi kebangsaan di sisi yang berbeda. Konflik seperti ini sulit dilupakan dalam ingatan anak bangsa, walau sejatinya harus menjadi pelajaran bersama betapa pentingnya berpikir besar dalam konteks berbangsa yang beragam suku, agama dan  ras.   

Itu artinya, premanisme jalanan yang terjadi di Karawang juga tidak datang begitu saja, melainkan juga ada pemantik lain yang penyulut dimana pelakunya __ dan aktor yang ada dibaliknya_ memiliki pandangan berbeda dengan Kiai dan Banser atau dalam sekala besar dengan ideologi NU. Kekerasan dan teror Karawang adalah potret betapa kehidupan berbangsa dan bernegara terkadang mudah terkoyak hanya oleh tindakan individu atau kelompok yang hanya berpikir kepentingan jangka pendek, mengabaikan kepentingan jangka panjang untuk bangsa dalam bingkai harmoni sosial, apalagi kejadian ini terjadi di tengah ketegangan debat persoalan nasab antara Baalawi dan Non Baalawi yang terus terjadi di media sosial.


Sikap Tegas 

Premanisme selalu melahirkan kekerasan, baik kekerasan psikis maupun kekerasan fisik. Erich Fromm, seorang kritikus dan filosuf Jerman, ahli teori-teori kekerasan dalam bukunya The Anatomy of Human Destructiveness mengatakan bahwa sejatinya kekerasan tidaklah menempel dalam kefitrahan diri manusia sehingga sulit mengalami perubahan. Kekerasan muncul disebabkan oleh kondisi dan situasi tertentu yang menyebabkan terhalangnya seseorang untuk bergerak lebih baik dalam kehidupannya. Akibatnya, kondisi dan situasi yang menghalangi ini menjadi alasan seseorang bertindak tidak rasional sehingga dalam pandangannya bahwa kekerasan merupakan jalan pintas yang terbaik. 

Berpijak pada pandangan ini, maka pelaku kekerasan di Karawang tidak ada kaitannya dengan kesejatian manusia sebab semua orang semestinya tidak suka kekerasan, tapi senang dengan cinta dan harmoni. Pasalnya, cinta dan harmonilah yang kemudian menumbuhkan sikap saling tolong menolong antar sesama, walau terdapat perbedaan nasab dan asal usul, mengingat hakekat manusia adalah mahluk sosial dalam keragamannya. Dengan begitu, tindakan irrasional dalam bentuk kekerasan adalah tindakan menurunkan harkat derajat eksistensi manusia itu sendiri.

Karenanya, ketegasan aparat dalam konteks ini menjadi sangat penting, agar tindakan irrasional berupa kekerasan tidak muncul kembali di kemudian hari. Mereka yang melakukan kekerasan dan teror harus segera ditangkap untuk diadili agar hukum tetap menjadi payung bagi semua anak bangsa dalam ruang kehidupan sosial. Tegaknya hukum yang dilakukan oleh aparat akan menjadi jaminan sosial bagi siapapun sehingga semua akan berusaha bertindak rasional dengan selalu berpikir agar tidak mudah bertindak menggunakan cara-cara kekerasan dengan anggapan sebagai solusi terbaik dalam menyelesaikan problem-problem sosial, keagamaan dan budaya.

Di samping itu, tidak cukup menangkap pelaku kekerasan saja. Otak dibalik pelaku kekerasan penting untuk segera diusut agar ke depan semua bisa belajar betapa pentingnya menjadi pemantik kebaikan bagi agama, bangsa dan negara. Tanpa menangkap dan mengusut otak dibalik pelaku kekerasan, tetap saja kekerasan seperti ini akan mudah terjadi, ketika ia memiliki kepentingan yang sama dan dalam ruang tujuan yang berbeda dalam rangka mengeguhkan eksistensinya.

Akhirnya, tidak ada alasan kekerasan kepada orang lain itu dibenarkan, kecuali dalam rangka pembelaan diri. Sebaliknya, sebagai Muslim tugas mulia adalah mensinergikan dalam harmoni antara kita sebagai manusia, alam dan Tuhan sebab mengutip perkataan Gus Dur: “memuliakan manusia, berarti memuliakan penciptanya. Merendahkan dan menistakan manusia berarti merendahkan dan menistakan penciptanya. Dengan bahasa tegas, maka kekerasan kepada yang lain bagian dari kekerasan kepada penciptanya.   

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.