Realisasi Makna Ikhlas

 


Wasid Mansyur
(Penikmat Turots Islami) 

Kata ikhlas memang memiliki kekuatan yang luar biasa, bukan saja karena memang menjadi anjuran agama. Tapi, jika keberadaannya bersenyawa dalam lubuk hati terdalam manusia, maka kata ini akan turut membentuk pribadi yang unggul dalam berpikir, dan mantap dalam berbuat sebab semua yang dilakukan selalu berunjung pada tanpa pamrih, dan jauh dari pikiran asal bos senang. Semua yang dipikirkan dan yang dilakukan bertolak dari dan untuk tujuan pada kekuatan tanpa batas, yakni Allah SWT sehingga dalam kondisi apapun tetap HAPPY sepanjang masih dalam batas-batas hukumNya.

Karena kekuatan ini, banyak tokoh membahas dan menulis tentang ikhlas sesuai dengan paradigma dan pengalaman yang pernah dialaminya. Kali ini, penulis memaknainya dengan bersandar pada salah satu turast Islam karya al-Hafidh  Zain al-Din Abu al-Farj Abdu al-Rahman, yang juga dikenal dengan nama ibn Rajab al-Hambali. Judul kitab ini adalah "Tahqiq Kalimat al-Ikhlash" (Realisasi Kalimat Ikhlas).

Kitab turast ini ditemukan di kantor PCNU Kota Surabaya dalam kondisi memprihatinkan sebab kertas mulai mudah rusak sehingga butuh kehati-hatian dalam menyentuh. Kitab yang diterbitkan tahun 1950 menarik, walau tidak begitu tebal, tapi kandungan di dalamnya sangat berbobot dengan ciri khas yang dimiliki dibandingkan dengan kitab lain yang sama-sama membahas kaitannya dengan kata Ikhlas.

Di sisi yang lain, dalam lembar awal turost ini juga terdapat stempel yang menandakan sebagai pemiliknya, selanjutnya dihibahkan untuk kepentingan Perpustakaan PCNU Kota Surabaya. Stempel itu berbunyi Abdul Wahab Turcham, yaitu tokoh yang dikenal dengan nama KH. Abdul Wahab Turcham salah satu kiai sepuh Surabaya dan aktivis NU pada masanya. Bahkan, Kiai Wahab Turcham disebut-sebut sebagai penggerak pendidikan perempuan, yang salah satunya diabadikan dengan Pendidikan Khodijah yang menjadi kebanggaan Nahdliyin Kota Surabaya. Lengkapnya kaitan Biografi dan Peran Kiai Wahab Turhan bisa baca buku: "KH. A. Wahab Turcham: Penggerak Pendidikan Kaum Perempuan Surabaya" Karya Rijal Mumazziq Z dan Hj. Nurul Hidayati.

Jadi, Kitab Karya Ibn Rajab ini adalah salah satu karya yang membahas secara mendalam kaitan bagaimana kata ikhlas dimaknai dan direalisasikan dalam konteks kehidupan. Pasalnya, kata ini bukanlah kata mati, tapi kata yang dinamis sesuai dengan tekad dan keteguhan orang dalam meyakini dan mengamalkannya.

 

"Kekhasan Bahasan"

Setidaknya, ada dua hal pokok logika Ibn Rajab dalam memaknai Kata Ikhlas. Pertama, bermula dari keteguhan pada kalimat Tauhid, “lailaha illa Allah”. Kalimat ini sejatinya penegasian atas tuhan-tuhan, selain Allah SWT. Mereka yang memegang nilai-nilai ini dalam kalimat Tauhid, maka dapat memastikan dirinya mampu menegasikan selain Allah sebagai sumber energi dalam kehidupan.

Oleh karenanya, meminjam istilah Ibnu Rajab, kalimat ini juga akan mengaransi pemiliknya selamat, lebih-lebih selamat di akhirat. Tapi, penegasian atas tuhan-tuhan dengan meyakini hanya Tuhan, Allah sebagai sumber energi sejatinya bukan hanya dimulut melainkan juga teraplikasi dalam kehidupan. Pembumian nilai tauhid penting sepenting ia menjadi keyakinan setiap Mukmin.

Mengutip hadith yang menjelaskan bahwa kalimat "Lailaha illa Allah" adalah kunci surga, maka sejatinya tidak otomatis masuk surga melainkan berkaitan dengan amal shalih lainnya, seperti puasa, sholat, zakat dan ibadah sosial lainnya yang juga disebutkan dalam hadis-hadis Nabi Muhammad Saw. Artinya, sepanjang orang itu meyakini "laila ha illa Allah", sepanjang itu pula ia berpotensi masuk surga sesuai dengan kadar amal shalih yang dilakukan sepanjang hidupnya.

Lantas apa kaitannya dengan keihlasan, Ibn Rajab menegaskan bahwa keikhlasan adalah manifestasi dari kesungguhan membumikan kalimat tauhid. Orang yang beramal, tapi belum ikhlas, maka sejatinya dalam dirinya masih ada pengakuan selain Allah. Padahal, nilai-nilai ibadah tergantung pada keikhlasan, yakni menjadikan Allah sebagai sumber energi positif dari segalanya bukan yang lainNya. Ibn Rajab menegaskan:

فيا هذا ! كن عبدا لله لا عبدا للهوى فإن الهوى يهوى بصاحبه فى النار.

"Maka dari pemahaman ini ! Jadilah anda sebagai hamba Allah, bukan hamba hawa (nafsu) sebab sesungguhnya hawa nafsu yang akan mengantarkan pemiliknya masuk neraka."

Kedua, berpijak pada kecintaan pada Nabi Muhammad Saw. Pijakan ini merupakan implementasi dari penegasian tuhan-tuhan, selain Allah SWT. Ketika kita meyakini Allah itu maha Esa, dan tidak ada yang lain, maka mewajiban kita mengikutiNya adalah keniscayaan sebab kecintaan kepada Nabi merupakan manifestasi cinta Allah SWT sebagai praktik pengakuan tauhid (in kuntum tuhibbuna Allah, fattabiuuni..).

Untuk menguatkan pandangannya ibnu Rajab mengutip pandangan beberapa tokoh tasawuf, di antaranya Basyr ibn al-Haris:

ليس من أعلام المحبة أن تحب ما يبغض حبيبك.

"Bukanlah termasuk dari tanda-tanda cinta adalah kamu cinta terhadap sesuatu yang dibenci oleh kekasihmu."

Abu Ya"qub al-Nahrajuni:

كل من ادعى محبة الله ولم يوافق الله فى أمره فدعواه باطلة.

"Setiap orang yang mengaku cinta kepada Allah, tapi ia tidak cocok dengan perintahNya, maka pengakuannya batal."

Yahya ibn Muadz:

ليس بصادق من ادعى محبة الله ولم يحفظ حدوده.

"Tidak benar, orang yang mengaku cinta kepada Allah, tapi tidak menjaga hukum-hukumNya."

Karenanya, keikhlasan, bukan saja manifestasi tauhid sehingga melahirkan totalitas cinta kepada Allah, melainkan juga manifestasi dari pengakuan kepada Muhammad SAW sebagai NabiNya. Kekuatan ikhlas lahir dari dua sumber utama sehingga ia harus ada dalam setiap amal shalih yang kita lakukan. Jika tidak, maka dalam hati kita masih terselip "kesyirikan yang samar" sebab amal yang dilakukan masih disandarkan pada selain Allah SWT, yakni kepentingan duniawi.

Maka tidak mudah kemudian orang mengclaim dirinya paling shalih dan bertakwa sebab semuanya diukur dengan sejauh mana keikhlasan yang dilakukan. Amal shalih yang dilakukan bukan untuk bangga-banggaan dengan diperbandingkan dengan orang lain, tapi semata-mata bagian dari komitmen setiap Muslim pada semangat bertauhid yang terkandung dalam kalimat “ la ilaha illa Allah” dan “Muhammad Rasulullah”.

Akhirnya, dari pemahaman ini, Ibnu Rajab mengakhiri kalimat diakhir kitab ini yang menggambarkan keseluruhan kandungan kitabnya yang berjumlah 63 Halaman, dan ditahqiq oleh Mahmud Khalifah dan Ahmad al-Syirbashi, sebagai berikut:

اخوانى  !اجتهدوا اليوم فى تحقيق التوحيد، فإنه لا ينجى من عذاب الله الا اياه.

Wahai saudara-saudaku !

Bersungguh-sungguhlah dalam merealisasikan Tauhid. Pasalnya, sesungguh yang mampu menyelamatkan dari siksaan Allah, tidak lain hanya merealisasikan tauhid (dalam kehidupan).

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.