In Memoriam KH. Azizi Hasbullah; Sosok Kiai Alim yang Telaten



Wasid Mansyur
Aktivis PW GP Ansor Jatim

Kabar Kiai Azizi Hasbullah meninggal dunia, mulanya didapat penulis dari salah satu group WhatsApp PW LTN NU Jatim yang dishare oleh sahabat Ahmad Karomi, pukul 08.39 (21/Mei/2023). Kabar ini betul mengagetkan, walau Kiai Azizi sebelumnya diketahui sedang proses penyembuhan akibat kecelakaan  beberapa minggu terakhir di tol Cipali, 06/05/2022. Selang beberapa detik, bermunculan kabar kaitan hal yang sama dari semua group WhatsApp kaitan dengan meninggalnya Sang Guru, Kiai Azizi. Semoga Allah meringankan semuanya, Kiai.

Bagi penulis, walau mulai kenal sepuluh tahun terakhir ini, Kiai Azizi biasanya dipanggil dikenal alumni Lirboyo, bahkan dikenal salah satu Macannya Bahsul Masail yang sederhana, alim dan telaten memberikan pengetahuannya kepada yang muda-muda. Kealimannya sulit disangsikan, maka tidak heran beliau menjabat dalam posisi yang sangat strategis di lingkungan NU, yakni sebagai Rais Syuriah PBNU. Jabatan yang sangat mulia di lingkungan NU sebab menggambarkan kealiman pemiliknya dalam menguasai ilmu-ilmu keislaman, sekaligus penuh keteladan dalam berprilaku bagi umat.

Karenanya, meninggalnya Kiai Azizi adalah duka bagi kita semua, khususnya kalangan Nahdliyin. Di lingkungan PW GP Ansor Jatim, Kiai Azizi merupakan salah satu kiai yang selalu ditahbis untuk menjadi nara sumber dalam setiap proses kederisasi, baik yang dilakukan oleh cabang, maupun dilakukan tingkat Wilayah. Penulis sempat dua kali mengawal beliau agar hadir di forum kaderisasi Dirosah Wustho yang diadakan oleh PW MDS Rijalul Ansor Jatim, yakni di Gresik dan di Madiun. Di dua forum ini penulis menyimpulkan, Kiai Azizi adalah Kiai yang sangat alim, “penaan” dalam komunikasi dan telaten mendampingi kader-kader muda. Tidak jarang, harus menempuh ratusan kilo dari Blitar hingga tempat pelatihan, hanya ingin Khidmah pada ilmu dan organisasi.

Pertama, kealiman dan kesederhanaan. Kealiman Kiai Azizi sudah masyhur di kalangan kader-kader NU dan pesantren. Ketika, menjadi nara sumber hampir selalu menyiapkan pemateri dengan serius disertai dalil-dalil penguat agar kiranya para kader semakin yakin dalam memegang nilai-nilai Islam Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah. Beliau sangat loman ilmu, walau dengan tampilan yang sangat sederhana, seiring dengan mengebutkan dasar-dasar argumentative dalam menjelaskan setiap persoalan.

Bagi yang tidak kenal Kiai Azizi, sangat dipastikan menganggapnya sebagai orang biasa sebab kealimannya tertutupi oleh kesederhanaanya dalam berpenampilan, alias low profile. Gayanya menjadi bagian dari pembumian sikap “khumul”sebagai banyak dilakukan oleh kiai-kiai pesantren. Dalam konteks ini, kita bisa belajar dari Kiai Azizi betapa casing itu tidak begitu penting. Yang terpenting dalam hidup dan kehidupan adalah substansi atau isinya berbobot sehingga memberikan manfaat bagi yang lain. Untuk mencapai, substansi yang berbobot, Kiai Azizi selalu mengatakan __dalam setiap proses kaderisasi__ agar kader GP Ansor tidak lelah untuk belajar kitab apapun agar pengetahuan bertambah sehingga tidak mudah menyalahkan yang lain. 

Kedua, Telaten dan loman berbagi ilmu. Sikap ini nampak sekali, ketika Kiai Azizi hadir dalam forum kaderisasi. Setiap kali komunikasi dengan beliau urusan kaderisasi selalu dikomentari dengan kata ya, kecuali memang benar-benar udur syar’i. Bahkan, Kiai Azizi tidak pernah memilih undangan, apalagi berkaitan dengan kaderisasi di lingkungan kader-kader NU, terkhusus di internal kaderisasi GP Ansor maupun Rijalul Ansor.

Meninggalnya Kiai Azizi, menjadi pelajaran dan teladan bagi kita betapa orang berilmu harus terus berbagi, apalagi bersamaan dengan Khidmah pada organiasi. Ketika organisasi memanggil, maka tidak ada jalan lain harus berangkat untuk berbagi sesuai dengan kapasitas yang dibutuhkan kader. Sebagai seorang fakih, apa yang disampaikan Kiai Azizi kaya dengan ilmu, tidak terkesan menggurui. Pastinya, tetap dalam nalar Aswaja yang dikembangkan, baik ketika mengjelaskan bagaimana tradisi fikih itu berkembang di lingkungan NU di satu sisi  dan tradisi bertasawuf di sisi yang berbeda.

Akhirnya, selamat tinggal Kiai Azizi, semoga semua yang “panjenengan” tularkan kaitannya dengan ilmu dalam konteks kaderisasi menjadi investasi amal shalih. Tugas kita, mari Bersama-sama merawat kebaikan yang telah ditularkan Kiai Azizi dimasa hidupanya, khususnya berkaitan dengan ilmu dan pengabdian pada organisasi. Allah ighfilahu war hamhu.




Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.