WARISAN PERSATUAN DARI HADRATUS SYAIKH HASYIM ASY'ARI


Wasid Mansyur
Dosen Sejarah FAH UIN Sunan Ampel Surabaya, Waka PW GP Ansor dan LTN NU Jawa Timur

Sudah 75 Tahun, Hadratus Syaikh Hasyim Asy'ari meninggalkan kita semua. Tapi, aura dan kharisma nya sampai hari ini masih dirasakan; setidaknya kontribusi yang diteladankan dalam beragama terus menjadi pandu bagi kita semua, khususnya bagi kalangan santri, dalam mempraktikkan Islam dalam kondisi masyarat yang plural di satu sisi dan dalam semangatbmencintai bangsa di sisi yang berbeda.
Betapa tidak, menurut catatan KH. Saifuddin Zuhri dalam bukunya Guruku Orang-orang Dari Pesantren (hal 360), kaitan detik-detik meninggalnya Hadratus Syaikh Hasyim Asy'ari, sebagai berikut:

"Jatuhnya kota perjuangan pusat markas tertinggi "Hizbullah-Sabilillah" Malang ini sangat mengejutkan Hadratus Syaikh Hasyim Asy'ari. Ketika berita musibah itu disampaikan oleh Kiai Gufron, pemimpin "Sabilillah" Surabaya, Hadratus Syaikh Hasyim Asy'ari sedang mengajar. Begitu berita buruk disampaikan, beliau memegangi kepalanya sambil menyebut nama Tuhan: "Masya Allah, Masya Allah" lalu pingsan. Dokter Angka yang didatangkan dari Jombang tidak bisa berbuat banyak karena keadaannya telah parah sekali. Utusan Panglima Besar Sudirman dan Bungtomo yang khusus datang untuk menyampaikan berita jatuhnya Malang tidak sempat ditemui. Malam itu tanggal 7 Ramadhan 1366 atau 25 Juli 1947, Hadratus Syaikh Hasyim Asy'ari berpulang ke Ramatullah. Inna li Allahi wa Inna Ilaihi rajiaun!"

Apa yang diceritakan Kiai Zuhri adalah sekilas detik-detik wafatnya Maha Guru dengan jasa yang cukup besar bagi Islam dan negara. Pastinya, cerita ini menggambarkan sosok dan kharisma Hadratus Syaikh sangat besar, bukan saja bagi kalangan santri melainkan juga bagi kaum pergerakan.

Cukup bermakna bila kemudian, sebagaimana digambarkan Muhammad Asad Sihab dalam bukunya "al-Allamah Muhammad Hasyim Asy'ari: Wadhi'u Labinah Istiqlal Indunisy", proses pemakaman beliau dihadiri ribuan orang dalam rangka penghormatan terakhir, sekalipun ketika itu perlawanan terhadap penjajah terus dilakukan oleh para laskar-laskar santri di berbagai wilayah. Kebesaran nama Hadratus Syaikh diabadikan oleh pemerintah sebagai nama jalan di beberapa kabupaten agar semua bisa menghayati dan meneladani beliau.

Hadratus Syaikh Hasyim Asy'ari telah meninggal 75 tahun yang lalu berdasarkan hitungan Hijriyah, tapi warisan-warisan pemikiran dan prilaku beliau wajib dibaca, sekaligus diteladani agar kita tidak "kepaten obor" dalam beragama dan berbangsa. Pasalnya, jika sudah "kepaten obor", maka kita akan mudah terjerumus dalam ideologi-ideologi apapun yang bertentangan dengan nilai-nilai juang yang diwariskan oleh founding fathers bangsa, termasuk sosok mulia Hadratus Syaikh Hasyim Asy'ari.

Warisan Persatuan 
Cerita Kiai Saifuddin Zuhri di atas sekali lagi menggambarkan kharisma Hadratus Syaikh Hasyim Asy'ari sangat besar. Itu semua tidak lepas dari kecintaan dan kedalaman ilmu yang beliau kuasai serta diamalkan. Karenanya, sekalipun dalam kondisi genting akibat ulah penjajah yang terus melakukan penguasaan beberapa daerah, beliau masih saja mengajarkan ilmu-ilmu yang dikuasai kepada para santrinya.

Hadratus Syaikh meyakini dengan tetap "Ngaji Pasanan", bukan hanya ilmu yang diperoleh. Tapi, menjadi energi yang ampuh untuk merekatkan emosi ideologis antara santri dan Guru. Kerekatan ini menjadi jalan fatwa-fatwa ideologis Hadratus Syaikh Hasyim Asy'ari banyak dinantikan sebagai bentuk pemantik untuk mempertahan NKRI. Tidak salah,.bila kemudian banyak tokoh nasionalis selalu datang, sekedar minta keberkahan dan meminta fatwa strategis dalam melawan penjajah.

Momentum Haul Ke 75 Hadratus Syaikh Hasyim Asy'ari, mari kita jadikan sebagai momentum untuk membaca kembali prinsip-prinsip luhur beliau dalam bermasyarakat dan berbangsa. Dalam satu kesempatan beliau mengingatkan  agar kita bersatu dan jangan bercerai-berai sebagaimana ungkapan beliau dalam kitabnya al-Tibyan fi al-Nahy 'an Muqhataah al-Arham wa al-Aqarib wa al-Ikhwan, hal 23 sebagai berikut:
ان الله لم يؤت أحدا بالفرقة خيرا، لا من الأولين ولا من الأخرين، لأن القوم إذا تفرفت قلوبهم ولعبت بهم أهوءهم فلا يرون للمنفعة العامة محلا ولا مقاما. ولا يكونون أمة متحدة بل أحادا، مجتمعين أجسادا متفرقين قلويا وأهواء. تحسبهم جميعا وقلوبهم شتى.

"Sesungguhnya Allah tidak memberikan kebaikan sedikitpun kepada seseorang akibar bercerai berai, tidak kepada orang-orang terdahulu dan orang-orang masa kini. Pasalnya, kaum yang hatinya bercerai berai dan dipermainkan hawa nafsunya, maka mereka tak akan menemukan tempat dan kedudukan yang memberikan  kemanfaatan secara umum. Mereka tidak akan menjadi umat yang bersatu, bahkan cenderung bercerai berai. Secara fisik berkumpul, tapi hati dan keinginannya pasti berbeda. Kamu sangka mereka bersatu, tapi --sekali lagi-- hati mereka larut dalam perbedaan"

Ungkapan ini menarik, sekalipun tidak bisa dipisahkan dari konteks sosiologis sejarah Hadratus Syaikh Hasyim Asy'ari, yang larut dalam perpecahan umat Islam di satu sisi dan dalam kondisi melawan penjajahan di sisi yang berbeda. Karenanya, ajakan bersatu menjadi kunci kebangkitan umat agar bersama-sama dalam satu kekuatan mengusir penjajah, dengan menipiskan sisi perbedaan yang tidak prinsip sebagai penyebab perpecahan.

Karenanya, bila berpijak pada kaedar al-'ibrah bi umumil lafdhi, la bi khususi al-sabab (Yang dihitung dianggap adalah keumuman kata-kata, bukan kekhususan sebab), maka anjuran bersatu dan tidak bercerai-berai masih sangat relevan dalam konteks kehidupan masa kini, terlebih jika dihadapkan dengan kondisi bangsa --khususnya-- yang larut dalam pandemi covid 19 atau Corona.

Bersatu adalah kunci keberhasilan bangsa ini lepas dari pandemi covid 19. Bersatu dalam arti, sama-sama fokus pada upaya menyelamatkan semua anak bangsa agar tidak terkena Covid sesuai kapasitasnya masing-masing. Tidak boleh ada gerakan sendiri-sendiri yang bertentangan dengan kepentingan umum, yakni keselamatan umat.

Tidak mungkin berhasil, hanya mengandalkan para medis sebagai ujung tombak melawan pandemi covis 19. Semua bisa berperan sesuai kapasitasnya masing-masing; setidaknya bersatu dalam proses mengurangi atau bahkan memutus mata rantai penyebaran corona. Anjuran memakai masker dan Hand Sanitizer merupakan salah satu jalan, maka semua harus menyepakati. Jangan sok-sok an atau gagah-gagahan tidak takut corona, padahal jika ada yang kena, semua orang terdekat juga akan menjadi korban.

Maka, bersatu melawan corona menjadi penting. Hilangkan ego personal dan kelompok, demi kemaslahatan umum. Tidak akan ada kemerdekaan tempo dulu, jika antar anak bangsa larut dalam pertentangan internal mengabaikan kepentingan umum untuk melawan penjajah.

Akhirnya, mari kita menangkap spirit persatuan yang dianjurkan Hadratus Syaikh Hasyim Asy'ari, sekalipun sudah 75 tahun meninggalkan kita semua, di tengah musibah corona. Tetaplah di rumah, jika harus keluar pastikan mengikuti anjuran protokol kesehatan dan aturan pemerintah kaitan zona-zona merah yang harus dihindari. Semoga Ramadhan tetap berkah bagi kita semua.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.